Berita Pilihan
Permasalahan di Posyandu
Rabu, 18 Agu 2021, 19:11:28 WIB - 53 | Hendri Agustian, S.Kep., M.M
Posyandu adalah kata yang sudah akrab terdengar di masyarakat. Fasilitas kesehatan di tingkat kampung (dusun) itu dalam sejarahnya dimulai pada tahun 1985. Ada 3 Lembaga dan Kementerian yang ikut terlibat dalam membidani kelahirannya yaitu; Kepala BKKBN, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, masing-masing mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yaitu dengan Nomor; 23 Tahun 1985, 21/Men.Kes/Inst.B./IV/1985 dan 112/HK-011/A/1985 tentang penyelenggaraan Posyandu. Dengan SKB ini dilakukan pengintegrasian berbagai kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam satu wadah yang bernama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Dan pada tahun 1986 di Yogyakarta bertepatan dengan peringatan hari Kesehatan nasional, Posyandu dicanangkan secara massal oleh Kepala Negara. Sejak saat itu Posyandu tumbuh dengan pesat.
Dalam operasional Posyandu di tingkat dusun, salah satu unsur penting dari pelaksanaannya adalah adanya tenaga relawan yaitu Kader. Mereka adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela (Depkes RI 2003).
Terkait dengan tenaga pengelola Posyandu ini, maka dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan di banyak universitas dikemukakan bahwa salah satu permasalahan prinsip di Posyandu sehingga belum sesuai harapan yang diinginkan adalah karena kurangnya kapasitas ataupun kemampuan dari Kader dalam mengelola Posyandu. Inilah permasalahan dari Posyandu yang selama ini dialami yang perlu jadi bahan perhatian.
Adapun salah satu indikator dari ketidakmampuan Kader adalah mereka banyak yang tidak atau belum memahami tugas pokok dan fungsinya dengan baik sesuai dengan panduan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan dalam pengelolaan Posyandu. Sebagai akibatnya rekan-rekan Kader Posyandu seringkali terjebak dalam rutinitas. Mereka melaksanakan Posyandu dari tahun ke tahun tanpa pernah mengevaluasi sejauh mana yang dilaksanakannya itu menuai hasil ataukah tidak.
Rendahnya kemampuan kader memang tidak terlepas dari proses rekrutmen kader yang dasarnya dahulu mengacu pada siapa yang mau kerja sukarela, bukan berdasarkan hasil seleksi yang ketat sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Selain itu tidak adanya atau kurangnya bimbingan serta pelatihan terhadap Kader Posyandu.
Sebagai akibat dari kurangnya kemampuan itu adalah Posyandu menjadi monoton dari waktu ke waktu. Adapun pemandangan Posyandu yang terlihat monoton itu adalah, Bidan memeriksa ibu hamil di ruangan tertutup, juru imunisasi (jurim) menyuntik bayi dan wanita hamil, lalu kader menimbang balita dan mencatat hasilnya di buku KIA dimana disana ada KMS (Kartu Menuju Sehat). Sedangkan kalau ada makanan tambahan dari desa, ibu-ibu diberikan sebungkus biskuit untuk anak balitanya yang harganya seribuan, atau kalau tidak sebuah telur rebus. Lalu puncak kedatangan dari ibu-ibu adalah sekitar jam 9 pagi lalu setelah jam 10 Posyandu sudah bubar.
Sejauh yang berhubungan dengan tugas yang dilaksanakan oleh rekan jurim dan bidan, tentu saja semuanya sudah sesuai dengan protap dari Dinas Kesehatan dan jelas akan memiliki dampak bagi peningkatan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan bayinya.
Akan tetapi untuk tugas dari rekan-rekan kader yaitu yang melakukan penimbangan sebagai alat pantau kondisi gizi balita, dan pemberian penyuluhan terhadap ibu-ibu yang hadir di Posyandu sepertinya perlu dilakukan evaluasi.
Pertama untuk pemantauan status gizi dari balita bisa dikatakan selama ini belum bisa menemui tujuan yang diinginkan. Hal itu terlihat dari sistem pelaporan data status gizi balita yang ada di Posyandu tidak ada tindak lanjutnya dari nagari. Tidak ada analisis status gizi balita. Sehingga peta status gizi dalam 12 bulan tidak tersedia di nagari (daftar balita gizi buruk, gizi turun, gizi sedang dan gizi baik by name by adress). Selanjutnya intervensi dalam bentuk makanan tambahan, juga kualitasnya jauh dari standar makanan bergizi. Ini juga disebabkan ketidakpahaman dari pihak nagari dalam memahami apa itu menu makanan bergizi yang harus dianggarkan dalam 12 bulan.
Dari sisi orang tua balita, juga terkesan mengabaikan hasil penimbangan balitanya. Fakta di Posyandu adalah, setelah menimbang balitanya sebagian besar ibu-ibu langsung saja balik kanan dengan berbagai alasan seperti mengangkat jemurannya, mau ke sawah, kepasar, dan lainnya. Tidak ada perhatian terkait hajat penimbangan itu yaitu trend berat badan anaknya. Si Kader-pun demikian juga tidak ada atau tidak sempat memberikan penyuluhan kepada ibu yang anaknya masuk katagori BGM (dibawah garis merah).
Bahkan ada rekan Kader di salah satu Posyandu yang tidak memberikan ibu-ibu buku KIA nya, sebagai alat pantau perkembangan berat badan anaknya. “Kalau diagiah baok pulang, alun sampai 3 kali Posyandu Buku KIA itu sudah tidak bisa di pakai, karena digunting-gunting oleh anaknya atau kena sama kuah sayur”, katanya.
“Dan juga yang membuat kita menahan buku KIA ini di Posyandu adalah karena mereka sering lupa membawa. Sedangkan kalau kita suruh balik ngambil, rumahnya terkadang cukup jauh”, tambahnya.
Jadi bisa dikatakan ibu-ibu yang melakukan penimbangan di Posyandu sepertinya hanya pekerjaan rutinitas bulanan yang mereka tidak mendapatkan manfaatnya. Bahkan pihak pemerintah bagari juga tidak mengetahui hasil yang didapat dari Posyandu, karena laporan posyandu yang ke nagari bisa jadi hanya jadi arsip tidak pernah dianalisis.
Dan permasalahan kedua yang muncul di Posyandu selain masalah pemantauan status gizi balita adalah fungsi penyuluhan oleh Kader yang belum jalan yang merupakan tahapan keempat dalam proses pelaksanaan Posyandu.
Penyebabnya adalah karena Kader tidak memahami apa yang akan disampaikan kepada sasaran. Materi apa yang akan disampaikan dalam 12 kali pertemuan setahun, lalu siapa yang akan memberikan penyuluhan dari 5 orang Kader di Posyandu tidak ada perencanaannya di Posyandu. Ditambah lagi dengan kurangnya bimbingan dan pelatihan terhadap kader yang akan memberikan penyuluhan, membuat fungsi itu tidak berjalan.
“Saya kurang percaya diri pak!, orang yang kita beri penyuluhan kadang lebih pintar atau lebih tinggi pendidikannya dari kita”, kata salah seorang kader Posyandu.
Selain itu memang kondisi yang kurang kondusif di lokasi Posyandu juga menambah ribetnya peluang untuk melakukan penyuluhan. Pertama suasana yang ribut, dengan tangisan anak-anak yang takut disuntik imunisasi serta yang takut ditimbang. Kedua ibu-ibu yang terburu-buru yang ingin pulang cepat. Dan ketiga karena sarana prasarana yang kurang mendukung dimana lokasi atau tempat Posyandunya yang kebanyakan tidak standar yaitu numpang di rumah Kepala Kampung, atau rumah Kader, yang terkadang ruangannya kurang kondusif. Sehingga untuk duduk rapi di ruangan khusus, para ibu-ibu sebagai sasaran penyuluhan agak sulit dilakukan.
22 Apr 2024 14:38:06 WIB Penyuluhan KB Puskesmas kayu gadang 1 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:36:57 WIB Pelaksanaan Posyandu bunga tanjung 4 Kenagarian nanggalo wilayah kerja Puskesmas Tarusan 1 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:35:58 WIB PKM BL SELASA PELAKSANAAN PE DBD 1 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:34:54 WIB Puskesmas Airpura Pelaksanaan Skrining Status Imunisasi ke posyandu 2 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:33:50 WIB PKM Airpura Deteksi Dini Kanker Serviks dan Kanker Payudara melalui Pemeriksaan IVA Test dan Sadanis 1 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:32:53 WIB Melakukan penyuluhan catin di KUA aur duri Timbulun PUSKESMAS KAYU GADANG 1 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:30:55 WIB puskesmas airpura Petugas anak melakukan kunjungan rumah pemantauan minum obat (DIARE) di Nagari 1 ~ Ade Wahyuni |
22 Apr 2024 14:15:57 WIB Pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Puskesmas Airpura 0 ~ Ade Wahyuni |
STATISTIK PENGUJUNG
13 Pengunjung Hari ini | 10 Pengunjung Kemarin | 62,683 Semua Pengunjung | 142,653 Total Kunjungan | 18.118.0.240, IP Address Anda